Latar Belakang Konfrontasi Indonesia Malaysia
Pada
tanggal 27 Mei 1961 Perdana Menteri Melayu Tunku Abdur Rahman melontarkan
gagasan untuk menyatukan Malaya, Singapura, Serawak, Brunei dan Sabah menjadi
federasi negara Malaysia, maksud penggabungan ini adalah untuk mempererat
kerjasama antar negara-negara tersebut di bidang politik dan ekonomi (Dhana,
dkk. 2012. hlm. 427). Meskipun Inggris harus melepaskan negara jajahannya,
negara ini tetap mendukung gagasan tersebut karena dengan terbentuknya federasi
Malaysia, Inggris dapat mempertahankan kepentingannya di wilayah itu, antara
lain pangkalan militernya di Singapura, selain itu Inggris juga perlu
mengamankan modalnya terutama di Kalimantan Utara (Dhana, dkk. 2012. hlm. 428).
Saat
itu Indonesia terjadi kemunduran perekonomian, harga-harga melonjak secara
tajam. Menurut Anwar (2006, hlm. 217) rencana pembentukkan federasi Malaysia
merupakan salah satu isu penting yang bisa dijadikan alat oleh pemerintah untuk
mengalihkan perhatian rakyat dari kondisi dalam negeri yang buruk dan
mengibarkan semangat revolusi rakyat.
Rencana
pembentukan federasi Malaysia menurut Soekarno tidak dapat dilepaskan dari
pengalaman bangsa Indonesia yang meraih kemerdekaannya dengan revolusi, tidak
seperti Malaysia yang pembentukannya atas prakarsa Inggris. Perang kata-kata
antara Jakarta dan Kuala Lumpur pun telah berlangsung sejak bulan April 1963.
Ketika Soekarno untuk pertama kalinya mengecam pembentukan federasi Malaysia
pada konferensi wartawan Asia Afrika. Konfrontasi Indonesia-Malaysia sejak
demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu
gedung KBRI, merobek-merobek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda
Pancasila ke hadapan Tunku Abdur Rahman Perdana Menteri Malaysia saat itu dan
memaksanya untuk menginjaki garuda. Amarah Soekarno terhadap Malaysia pun
meledak, selain itu Ricklefs (1998, hlm. 319) menjelaskan bahwa
“alasan
terjadinya ganyang Malaysia ini tidak dapat dilepaskan dari peran Malaya dalam
membantu kaum pemberontakan PRRI dan menjadi saluran utama bagi pemasokan
persenjataan, seperti halnya Singapura, Filipina, Taiwan dan Korea Selatan juga
menyatakan simpati kepada PRRI”
Terlebih
untuk PKI, rencana pembentukan Federasi Malaysia sangat ditentang dengan alasan
pembentukan federasi Malaysia sebagai bentuk neokolonialisme dan sebagai usaha
untuk menekan gerakan rakyat di daerah untuk menentukan nasib sendiri. Dalam
kongres luar biasa bulan April 1962, PKI menyatakan bahwa pembentukan Malaysia
dikendalikan oleh kaum imperialis. Selain itu alasan PKI dilatar belakangi oleh
ketakutan Cina akan kemungkinan kelahiran satu negara di Asia Tenggara yang pro
Barat.
Pemerintah
Presiden Disodado Macpagal dari Filipina juga mempersulit diwujudkannya rencana
ini, yaitu dengan mengajukan tuntutan atas Sabah dengan dasar kaitan sejarahnya
dengan Kesultanan Sulu, bukan hanya itu tetapi Partai Rakyat yang dipimpin oleh
A.M Azhari juga mengumumkan ketidaksetujuannya terhadap Kesultanan Brunei ke
dalam Malaysia dan mengajukan sebagai suatu alternaitf, pembentukan suatu
negara merdeka Kalimantan Utara yang dahulu pernah menjadi wilayah kekuasaan
raja Brunei (Leifer, 1989. hlm. 119).
Melihat
kekacauan ini diadakanlah konferensi tingkat menteri luar negeri dengan peserta
dari Indonesia, Malaya dan Filipina pada 7-11 Juni 1963 dan diikuti oleh Dr.
Subandrio, Tun Abdul Razak dan Emmanuel Palez. Konferensi itu merupakan
persiapan konferensi tingkat tinggi dan membahas rencana Konferensi Maphindo
(Dhana, dkk, 2012). Dalam konferensi tersebut menteri luar negeri Indonesia dan
Filipina tidak keberatan terhadap pembentukan federasi Malaysia asal hal
tersebut disetujui oleh rakyat.
Pelaksanaan
kehendak rakyat hendaknya dilakukan oleh PBB melalui sekertaris jenderal atau
yang mewakilinya. Komunike bersama yang dikeluarkan dari konferensi itu antara
lain bahwa ketiga menteri luar negeri berhasil mencapai kesepakatan cara
memecahkan masalah yang timbul akibat rencana pembentukan federasi Malaysia.,
yaitu dengan diadakannya pertemuan antar para presiden dari ketiga negara
tersebut. Akan tetapi sebulan setelah konferensi tersebut, pada 9 Juli 1963 di
London, Perdana Menteri Melayu Tunku Abdu Rahman menandatangani dokumen tentang
pembentukan federasi Malaysia. Indonesia menilai tindakan Perdana Menteri Tunku
Abdu Rahman sebagai tindakan yang meyimpang dari kesepakatan ketiga menteri
luar negeri itu. Meskipun penandatangan dokumen pembentukan federasi Malaysia telah
dilakukan tetap diselenggarakan pertemuan puncak antara ketiga kepala
pemerintahan di Manila 30 Juli-5 Agustus 1963. Konferensi tersebut menghasilkan
tiga dokumen, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunika Bersama.
Keluarnya
pengumuman dari Kuala Lumpur dan London bahwa Malaysia akan diproklamasikan
pada 16 September 1963. Pemerintah Inggris dan Perdana Menteri Malaya telah
bertekad apapun hasil plebisit itu, mereka akan tetap membentuk negara federasi
Malaysia pada 16 September 1963. Prokalmasi Federasi Malaysia dilaksanakan di
Kuala Lumpur tanggal 16 September 1963 sebelum tim PBB menyampaikan laporan
peninjauannya. Pemerintah RI menentang proklamasi ini karena sebelum keluar
hasil tinjau PBB Malaysia sudah mengambil keputusan Proklamasi tanpa peduli
suara rakyat dan menilai tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap PBB dan
pernyataan bersama tiga kepala pemerintahan yang telah disepakati sebelumnya.
Esok harinya tanggal 17 September 1963 pemerintahan RI secara sepihak
memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuala Lumpur. Indonesia menentang
Malaysia karena menurut Soekarno, Malaysia merupakan neokolonialisme. Malaysia
proyek Inggris dan Malaysia membahayakan reveolusi Indonesia (Leifer, 1989.
hlm. 115).
Sumber:
Anwar,
R. (2006). Soekarno- Tentara- PKI:
Segitiga kekuasaan sebelum prahara politik
1961-1965.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Dahana, dkk.
(2012). Indonesia dalam arus sejarah:
Pasca revolusi. Jakarta: PT Ichtiar
Baru
van
Hoeve atas kerjasama dnegan kementerian pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia.
Leifer, M.
(1989). Politik luar negeri Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Jakarta.
Ricklefs, M. C.
(1998). Sejarah Indoensia modern.
Yogyakarta: Gadjah Mada Unversity
Press.
Latar Belakang Konfrontasi Indonesia Malaysia
Reviewed by Rizqi Awan
on
16.44
Rating:
Tidak ada komentar: