Jalannya Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya, yaitu latar belakang konfrontasi Indonesia Malaysia


Pada awal kemerdekaan Malaysia tanggal 31 Agustus 1957, Indonesia awalnya menyambut baik kabar tersebut karena Malaysia merupakan salah satu negara serumpun yang mendiami Asia Tenggara. Namun tidak berselang lama, muncul hawa panas antara Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut dilandasi atas keinginan Malaysia untuk membentuk negara federasi Malaysia di mana pembentukan federasi tersebut akan mengafiliasi wilayah Serawak, Sabah, Brunei dan Singapura. 

Pemerintah Indonesia beranggapan bahwa pembentukan negara federasi Malaysia adalah suatu gagasan yang digagas oleh Inggris untuk tetap mencengkeram kekuasannnya di wilayah Asia Tenggara di mana hal itu disebut sebagai Neokolonialisme dan Neoliberalisme yang tumbuh di Asia Tenggara. Tindak-tanduk Malaysia dianggap akan membahayakan stabilitas politik di wilayah kawasan Asia Tenggara. Soekarno mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia memutuskan untuk “mengganyang Malaysia” pada tanggal 25 September 1963. 

Periode pengganyangan Malaysiapun dimulai oleh Indonesia dari tahun 1963 hingga 1969. Beberapa peristiwa terjadi di beberapa tempat, baik itu berupa gesekan antara kekuatan bersenjata Indonesia dan Malaysia maupun dengan diplomasi diantara keduanya. Demonstrasi di kedua negara, aksi-aksi demonstrasi menentang Federasi Malaysia terjadi di Jakarta yang dibalas juga di Malaysia dengan sebuah demonstrasi besar-besaran di kedutaan RI di Malaysia yang menyebabkan pada tanggal 17 September kedua negara memutuskan hubungan diplomatiknya (Poesponegoro, 2008. hlm. 463).

Pemerintah Indonesia atas instruksi langsung dari presiden mengumumkan akan membentuk sukarelawan-sukarelawan sipil yang akan dilatih dan dipersenjatai lalu diberangkatkan ke perbatasan-perbatasan Indonesia-Malaysia. Selain itu, berbagai aksi sabotase dan juga perang terbuka, sebelumnya pemerintah Indonesia sudah membentuk KOTI (Komando Operasi Tertinggi) pada 9 Juli 1963. KOTI mempunyai tugas pokok yaitu operasi pengamanan terhadap pelaksanaan program pemerintah pada umumnya, khususnya dibidang konfrontasi terhadap unsur-unsur kolonialisme ataupun imperialisme dalam segala manifestasinya serta pengamanan terhadap pelaksanaan program ekonomi. 



Pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno yang juga sebagai panglima tertinggi ABRI berpidato di depan Istana Merdeka. Dalam pidatonya tersebut disampaikan bahwasanya Malaysia adalah bahaya, membahayai, membahayakan Revolusi Indonesia. Karena itu maka kita serempak sekata, Malaysia harus kita ganyang habis-habisan. Selain itu Presiden Soekarno juga berpidato mengenai Dwikora.

Dimana disana jelas Presiden Indonesia saat itu ingin mencoba membubarkan negara Malaysia yang dianggap sudah benar-benar menjadi mantek Barat terutama Inggris di Asia Tenggara. Pada tanggal 16 Mei 1964, hubungan Indonesia dengan Malaysia semakin memburuk dan cenderung akan memasuki perang. Presiden mengeluarkan surat perintah untuk membuat suatu komando siaga (koga) dimana koga ditugaskan untuk menjaga perbatasan antara Indonesia dan Malaysia serta turut membantu perjuangan rakyat-rakyat Malaya, Serawak, Sabah, Singapura dan Brunei dalam pembebasannya melawan Federasi Malaysia. Koga sendiri dikomandoi oleh Laksamana Omar Dhani yang merupakan Panglima Angakatan Udara.

Sebagai Panglima Koga yang dibantu oleh dua orang wakil panglima, yaitu laksamana muda laut Muljadi dan seorang kepala staff komodor udara L.W.J Wattimena. Pada tahun 1965 Koga disempurnakan menjadi Kolaga atau Komando Mandala Siaga. Kolaga sendiri disiapkan karena keputusan pemerintah Indoensia untuk melakukan konfrontasi total terhadap Malaysia karena terjadinya perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Malaysia terhadap masalah mengenai ditarik mundurnya sukarelawan-sukarelawan Indonesia di Kalimantan Utara. 

Selain persiapan perang dalam melakukan konfrontasinya terhadap Malaysia, pemerintah Indonesia juga melakukan beberapa diplomasi dengan Malaysia untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal tersebut dibuktikkan dengan adanya beberapa kali hubungan diplomasi yang dilakukan di Tokyo dan Manila pada awalnya. Dimana dalam diplomasi tersebut juga menghasilkan beberapa kesepakatan antara dua negara yang disaksikan oleh perwakilan dari Filipina. Selain itu ada dampak dari terjadinya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia adalah keluarnya Indonesia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pada tahun 1965 dalam politik dalam negeri Indonesia mengalami keguncangan, di mana pada saat itu terjadi pemberontakan yang dikenal dengan G 30S/PKI yang membuat semakin panasnya pertarungan perpolitikan dalam negeri. Namun berbeda dengan perpolitikan Indonesia diluar terutama dengan Malaysia di mana politik pengganyangan Malaysia semakin surut. Akhirnya setelah terjadinya perpindahan kekuasaan yang terjadi di Indonesia telah mengubah jalur perpolitikan di dalam negeri. Dimana Indonesia yang dipimpin Soeharto sebagai pemimpin yang baru memilih jalur diplomasi lebih baik – baik dalam menyelesaikan masalah Indonesia dan Malaysia. Dimana pada tanggal 28 Mei 1966 telah terjadi perjanjian Bangkok. Dimana Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan konflik antar kedua negara.



Sumber:
Poesponegoro, M.D. & Notosusanto, N. (2008). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:
Balai Pustaka

Jalannya Konfrontasi Indonesia-Malaysia Jalannya Konfrontasi Indonesia-Malaysia Reviewed by Rizqi Awan on 23.31 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.