Peristiwa Perang Ambarawa dan Aksi Heroik Pasukan TKR


Pertempuran Ambarawa atau Palagan Ambarawa (palagan berarti pertempuran, perang besar) terjadi pada tanggal 20 November 1945 dan berakhir pada tanggal 15 Desember 1945 antara pasukan TKR dan Pemuda Ambarawa melawan pasukan Inggris. Ambarawa merupakan salah satu kota kolonial dengan letak yang strategis yaitu berada di tengah - tengah pulau Jawa dan berada diantara kota - kota besar seperti Salatiga, Semarang dan Magelang. Peristiwa pertempuran Ambarawa dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke - 23 di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Pasukan sekutu mencoba untuk menduduki daerah Jawa Tengah dengan memanfaatkan tawanan yang mereka persenjatai.

Dalam pelaksanaannya Sekutu yang memboncengi NICA menyelewengkan kewenangannya dan mengganggu kedaulatan Negara Republik Indonesia. Setibanya di Magelang mereka mempersenjatai para tawanan perang sehingga terjadi peperangan pada tanggal 26 Oktober 1945 antara TKR melawan Sekutu di Magelang.

Latar Belakang Peristiwa Ambarawa
Tanggal 20 Oktober 1945, Brigadir Bethell membawa pasukannya dan mendarat di Semarang. Pemerintah Indonesia mengizinkan mereka untuk mengurus interniran yang ditahan di penjara Semarang dan Magelang .Ternyata mereka membawa orang-orang NICA (tentara Belanda), yang kemudian mempersenjatai para bekas tawanan.

Setelah Sekutu tiba di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945, tentara Sekutu mencoba mengambil alih kekuasaan atas kota tersebut. Usaha Sekutu untuk menguasai Magelang menyebabkan pecahnya insiden antara tentara Inggris dibantu bekas tahanan Belanda, melawan tentara Republik Indonesia yang saat itu masih bernama (TKR).

Dalam petempuran itu, tentara Inggris merasa mengalami kesulitan menghadapi gempuran rakyat Indonesia dan sama seperti di Surabaya tanggal 30 Oktober 1945 sebelumnya, mereka meminta bantuan Presiden Soekarno untuk menyelamatkan tentara Sekutu beserta para interniran ke luar Magelang menuju kota Semarang.

Tanggal 1 November 1945, Presiden Soekarno dan Menteri Penerangan Mr. Amir Syarifuddin Hararap, yang dua hari sebelumnya baru kembali dari Surabaya untuk melerai insiden di sana, datang dengan pesawat ke Semaran, dan kemudian melanutkan perjalanan ke Yogyakarta mengendarai mobil. Sesampainya di Yogyakarta, diadakan perundingan dengan pimpinan militer Indonesia.

Perundingan tersebut membuat Sekutu dapat mengulur waktu untuk memperkuat kembali posisi mereka dan mendatangkan bantuan. Benar saja agresi militer Inggris di Jawa Tengah mulai melakukan aksi tembak-menembak.

Jalannya Peristiwa Ambarawa
Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa terjadi pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Untuk memperkuat pertahanan mereka di Ambarawa, pasukan bantuan Sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa dengan dilindungi oleh pesawat-pesawat mereka.

Pertempuran pecah di dalam kota pada tanggal 22 November 1945. Pasukan sekutu melakukan pemboman terhadap kampung-kampung di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR bersama pasukan-pasukan pemuda yang berasal dari Salatiga, Kartusura dan Boyolali bertahan di kuburan Belanda, sehingga membentuk garis pertempuran sepanjang rel kereta api dan membelah kota Ambarawa.

Pada tanggal 21 November 1945 dari arah Magelang pasukan TKR dari Divisi V Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar dengan tujuan menyerang pasukan Sekutu yang berkedudukan di desa Pingit. Pasukan Imam Adrongi akahirnya berhasil menduduki Pingit, kemudian merebut desa-desa sekitarnya.

Pasukan Imam Adrongi terus meneruskan gerakan pengejaran terhadap tentara Sekutu. Pasukan Imam Adrongi mendapat bantuan 3 batalyon yang berasal dari Yogyakarta, yaitu  batalyon 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, batalyon 10 Divisi III di bawah pimpinan Mayor Soeharto, dan Batalyon Sugeng. Tambahan pasukan TKR ini mengakibatkan kedudukan Sekutu semakin terkepung.

Sekutu masih mencoba keluar dari pengepungan tersebut. Pasukan Sekutu melakukan gerakan serangan dari belakang dengan menggunakan tank-tanknya. Untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban, pasukan Indonesia diperintahkan oleh masing-masing komandannya untuk mundur ke Bedono.

Gerakan pasukan Sekutu akhirnya berhasil ditahan, setelah bantuan dari resimen kedua di bawah Batalyon Posisi Istimewa di bawah pimpinan Onie Sastroatmodjo dan pimpinan M. Sarbini serta batalyon dari Yogyakarta datang. Gerakan Sekutu berhasil ditahan di desa Jambu.

Setelah berhasil menahan laju Sekutu, pasukan TKR kemudian mengadakan rapat kordinasi di desa Jambu, dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar. Dari rapat tersebut berhasil membentuk suatu komando, yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran yang berlokasi di Magelang. Sejak saat itu medan pertempuran Ambarawa dibagi menjadi 4 sektor, yaitu sektor Barat, Utara, Timur dan Selatan. 

Pada tanggal 26 November pimpinan pasukan yang berasal dari Purwokerto, Kolonel Isdiman gugur. Sejak gugurnya kolonel Isdiman, kolonel Sudirman selaku panglima divisi pasukan di Purwokerto, mengambil alih tampuk kepemimpinan kolonel Isdiman.

Kolonel Sudirman memutuskan mengumpulkan para komandan dari berbagai sektor pada tanggal 11 Desember 1945. Masing-masing pimpinan sektor melaporkan kondisi dan situasi masing-masing sektor. Laporan-laporan tersebut membawa kolonel Sudirman ke dalam suatu kesimpulan, bahwasanya pasukan Sekutu telah terdesak dan perlu segera dilaksanakan serangan akhir.

Rencana serangan akhir disusun sebagai berikut:
  1. Masing-masing komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
  2. Serangan mendadak dan serentak dari semua sektor
  3. Pasukan badan-badan perjuangan (laskar) menjadi pasukan cadangan.
  4. Ditentukan hari serangan adalah 12 Desember jam 04.30 pagi.
Memasuki tanggal 12 Desember 1945, pasukan TKR bergerak menuju sasaran masing-masing. Dalam kurun waktu setengah jam pasukan TKR mengepung kedudukan musuh dalam kota. Diperkirakan pertahanan musuh yang terkuat di benteng Willem (di tengah kota Ambarawa).

Ketika penyerangan itu dilakukan, kota Ambarawa dikepung oleh pasukan TKR selama 4 hari 4 malam. Sekutu yang merasa kedudukannya terdesak, berusaha keras untuk menyerang balik. Gempuran yang dilakukan sekutu tidak mampu mematahkan perlawanan rakyat Indonesia.

Tanggal 15 Desember, Sekutu berhasil mengevakuasi rombongan interniran terakhir ke Semarang, Brigadir Bathell juga memutuskan untuk menarik seluruh pasukannya dari Ambarawa dan daerah pegunungan, untuk memperkuat pertahanan mereka di kota Semarang. Dengan demikian, selain kota Semarang dikatakan wewenang pemerintahan di seluruh Jawa Tengah berada di tangan rakyat Indonesia.

Kemenangan rakyat Indonesia ketika Pertempuran Ambarawa ini memiliki arti yang sangat penting, karena letak dari kota tersebut yang strategis. Apabila musuh berhasil menguasai Ambarawa, akan mengancam tiga kota utama Jawa Tengah, yaitu Magelang, Surakarta dan terutama Yogyakarta, sebagai tempat kedudukan Markas Tertinggi TKR.



Sumber:
Fathoni, S.R. (2016). Palagan Ambarawa (20 November-15 Desember 1945). Diakses dari
http://wawasansejarah.com/palagan-ambarawa

Peristiwa Perang Ambarawa dan Aksi Heroik Pasukan TKR Peristiwa Perang Ambarawa dan Aksi Heroik Pasukan TKR Reviewed by Rizqi Awan on 22.50 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.