Babad Tanah Jawi sebuah Penceritaan Sejarah Jawa
Babad Tanah Jawi
merupakan karya sejarah yang biasanya berisikan tentang cerita sejarah kerajaan
di Jawa serta mitos-mitosnya. Pada dasarnya Babad Tanah Jawi menceritakan
sejarah Kerajaan Mataram. Sejarawan H. J. De Graaf menyebutkan data-data
kesejarahan babad ini merupakan salah satu sumber sejarah yang bisa digunakan
dan bisa dipercaya sesuai dengan zamannnya.
Menurut Husein Djajadiningrat terdapat berbagai versi babad
tanah jawi yang keseluruhannya dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama
adalah babad yang ditulis oleh Carik Baja atas perintah Sunan Paku Buwono III.
Kelompok kedua adalah babad yang ditulis oleh P. Adilangu II dan naskahnya yang
tertua berangka tahun 1722.
Babad Tanah Jawi merupakan karya sejarah yang berisikan
silsilah raja-raja yang akan menurunkan Dinasti Mataram dengan menyebut Nabi
Adam dan nabi-nabi lainnya, terus-menurun sampai kepada raja-raja Hindu dan
raja Jawa. Setelah itu diceritakan pula raja-raja Pajajaran dan kemudian
Majapahit sampai Kerajaan Demak. Dan cerita yang agak mendetail yang
mengisahkan Kerajaan Pajang sampai Mataram pada pertengahan abad ke-18.
Buku Babad Tanah Jawi saat ini sangat mudah didapatkan di
toko-toko buku dan buku yang berjudul babad tanah jawipun menjadi bahan
pertimbangan sebagai sumber penulisan sejarah Jawa.
Isi Pembentukan Bumi
menurut Babad Tanah Jawi
Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang
silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang
muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai
gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah
Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian
daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang
satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa.
Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan
atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih
dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa
atau Jawata.
Mengingat kalau dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa
atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang hampir
sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga perkembagan agama di wilayah
ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama.
Versi Mistis
Kisah dipersatukannya seluruh pulau yang terdapat di
berbagai pulau Jawa, akibat dari kesaktian yang dimiliki oleh Brahmana Agung
bernama Shang Hyang Dewa. Konon dengan kesaktian beliau, pulau itu ditarik satu
persatu menjadi pulau terbesar dan dinamakan Bumi Ing Jowo Dwipo.
Semasa pulau ini belum terjamaah oleh manusia, para siluman
dari bangsa seleman dan togog telah lebih dulu menduduki hingga ribuan tahun
lamanya. Masa itu pulau Jawa disebut dengan nama Mokso Seleman (zaman para
lelembut).Namun setelah keturunan dari Shang Hyang Nurasa menduduki bumi Jawa
(Shang Hyang Dewa) pulau itu disebut dengan nama bumi pengurip (bumi yang
dihidupkan). Shang Hyang Dewa akhirnya moksa di puncak Gunung Tidar, setelah
beliau menyatukan berbagai bangsa lelembut untuk menuju jalan Adil (kebenaran),
dan dari keturunannya.
Terlahir pula para Shanghyang Agung, seperti Shanghyang
Citra Suma, Shanghyang Dinata Dewa, Shanghyang Panca Dria, yang akhirnya dari
merekalah sebuah titisan atau wasilah turun-temurun menjadi kerajaan teragung
yang absolut.
Baru diabad ke 12, pulau Jawa diperluas dengan tiga aliran
yang berbeda, yaitu dengan adanya ajaran Hindu, mokso Jawi dan Islam. Akhir
dari ketiga aliran tersebut nantinya menjadi suatu perlambang dari perwatakan
penduduk pulau Jawa hingga sekarang ini.
Dalam perluasan arti ketiga diatas, mencerminkan sebuah
kehidupan bermasyarakat gemah ripah loh jinawi. Konon ajaran ini hanya ada
dipulau Jawa dan seterusnya menyebar ke seluruh pelosok yang ada di Indonesia,
seperti ajaran Hindu misalnya, ilmu yang diajarkan oleh para Shanghyang Dewa,
ilmu, sebagai aji rasa manunggaling agung.
Lewat bait Sanksekerta Yunani yang mengupas di dalamnya,
kebenaran, keadilan, kejujuran dan memahami sifat alam. Ilmu ini akhirnya
diturunkan oleh bapaknya para dewa. Raden Nurasa kepada Nabiyullah Khidir a.s.
dan dizaman Wali Songo nanti, ilmu ini dipegang dan menjadi lambang dari sifat
kependudukan masyarakat Jawa oleh tiga tokoh Waliyullah, yaitu Sunan Kalijaga,
Mbah Cakra Buana dan Khanjeng Syekh Siti Jenar.
Moksa jawi sendiri, sebuah ilmu yang mengupas tentang
kedigdayaan ilmu yang bersumber dari raja lelembut, bernama raja lautan. Ini
sangat berperan dan menjadi salah satu perwatakan masyarakat Jawa. Konon ajaran
yang tergabung di dalamnya mengajarkan arti tirakat, mencegah hawa nafsu dan
memahami makna rohani, simbol dari ajaran ilmu ini digambarkan sebagai bentuk
keris.
Keris menjadi suatu perlambang dari ajaran orang Jawa,
bermula dari seorang Empu, bernama Ki Supo Mandragini. Beliau salah satu santri
dari Khanjeng Sunan Ampel Denta yang diberi tugas untuk membuat sebilah keris.
Namun rupanya, pemahaman dari sang guru dan murid ini saling berseberangan,
disisi lain Sunan Ampel menginginkan sebuah pusaka berupa sebilah pedang
sebagai perlambang dari makna Islam. Namun ketidaktahuan Ki Supo Mandragini
sendiri, akhirnya beliau membuat sebilah keris berluk 9.
Keris tersebut menjadi penengah antara ajaran Islam dan
Hindu bagi orang Jawa, dengan sebutan Islam Kejawen, dan keris pembuatan Ki
Supo diberi nama Kyai Sengkelat. Dari kedua aliaran diatas, Islam telah ada di
pulau Jawa sejak abad ke 9. Ajaran ini dibawa dari kota Misri oleh seorang
Waliyullah Kamil Syekh Sanusi dan muridnya Muhammaad Al Bakhry, dan baru
masyhur tentang ajaran Islam di pulau Jawa pada abad 13 dan 14 atau zamannya
para Wali Songo.
Pembedaran lain dari keunikan yang terdapat di pulau Jawa
pada masa itu, 300 tahun sebelum Wali Songo mendudukinya, para Shanghyang
maupun bangsa lelembut seleman telah mengetahui lewat sasmita gaib yang mereka
terima, bahwa sebentar lagi pulau Jawa akan dibanjiri para pemimpin makhluk
dari berbagai negara.
Mereka dari seluruh alam berkumpul, berdiskusi di puncak
Gunung Ciremai, pada masa itu mereka mufakat untuk mengabdi dan membantu,
apabila para Waliyullah telah menduduki pulau Jawa. Namun tentunya tidak semua
dari mereka setuju, sehingga perpecahan dari dua kubu yang berseberang jalan
itu dinamakan Getas Kinatas (terpecahnya satu keluarga atau satu keturunan).
Babad Tanah Jawi sebuah Penceritaan Sejarah Jawa
Reviewed by Rizqi Awan
on
18.49
Rating:
Tidak ada komentar: